PERTEMUAN VII - JURNALISME WARGA
Pembicara : Agus Sudibyo- Dewan Pers
Yang dimaksudkan dengan jurnalisme warga yaitu jurnalisme yang menempatkan warga sebagai subjek. Warga bukan merupakan objek dari kegiatan jurnalisme melainkan subjek dari kegiatan jurnalisme itu sendiri. Warga secara aktif partisipatoris terlibat dalam proses pencarian penyajian pengolahan informasi. Keterlibatan warga secara aktif dapat terlihat melalui dikusi. Medium dari jurnalisme warga itu sendiri yaitu:
- Radio/ TV dimana melalui medium ini dapat terjadi interaksi interaktif dengan audience.
- Audience mengirimkan rekaman video/audio kepada media TV/ radio misalnya pada kasus ketika terjadi tsunami di Aceh, saat itu video mengenai kejadian bukanlah video hasil dari wartawan yang terjun ke lapangan melainkan dari hasil rekaman amatir warga. Warga bisa menjadi informan dan wartawan.
- Online media memberikan kesempatan kepada pembaca untuk memberi komentar atas sebuah pemberitaan dan interaksi. Dengan melalui online maka feed back dapat diberikan secara langsung dan hal tersebut menjadikannya lebih interaktif.
- Blog, facebook, twitter sebagai forum komunikasi dan pertukaran informasi.
Fungsi media terbagi menjadi 2 yaitu sebagai ruang public dan sebagai institusi sosial.
1. Media sebagai ruang public
Media sebagai ruang public maksudnya adalah ruang yang hanya relevan untuk membicarakan urusan public atau dengan kata lain bahwa sebuah media yang mana yang membahas didalamnya adalah semua orang, masalah public atau yang menyangkut kepentingan umum dibahas bersama.
Membicarakan media sebagai ruang public maka muncul sebuah pertanyaan mengenai infotainment. Apakah infotainment menjalankan fungsi media sebagai ruang public? Hal tersebut menjadi pertanyaan karena yang disajikan melalui infotainment sebagian merupakan berita dan sebagian lagi bukan merupakan berita atau dengan kata lain bahwa terkadang yang disampaikan kepada public merupakan berita kepentingan public namun terkadang tidak ada hubungannya dengan public dan tidak perlu diketahui oleh khalayak ramai.
2. Media sebagai institusi sosial
Media (TV,radio, cetak dan online) menjalankan 2 fungsi sekaligus yakni:
- institusi sosial, didirikan untuk melayani masyarakat dengan memberikan berita atau informasi yang benar bagi masyarakat.
- Institusi bisnis, karena untuk membuatnya dibutuhkan modal dan media yang ada bertujuan untuk mencari keuntungan.
Karena menjalankan 2 fungsi diatas maka media dikatakan berwajah dua. Isi media sebagai ruang publik yaitu:
Berita (publik) bersifat informatif | Non berita (private) bersifat subjektif |
- berita ( dalam berbagai format): soft news, hard news, hot news, straight news, indept, investigasi. | - opini: rubrik untuk orang luar menulis pendapat secara ilmiah. |
- wawancara. | - surat pembaca: opini yang lebih pendek dan tidak harus ilmiah. |
- talkshow. | - tajuk rencana: sikap media terhadap isu tertentu. |
| - iklan. |
Parameter: | Parameter: |
- nilai berita | - kepantasan ruang publik |
- kode etik | - proporsional |
| - kode etik |
Berita adalah karya jurnalistik yang harus mengandung syarat dimana syarat tersebut misalnya liputan 2 sisi, akurasi, dll. Syarat-syarat sebuah berita harus diperhatikan dengan baik. Selain itu juga harus diperhatikan nilai beritanya dan yang termasuk dalam nilai berita yaitu aktualitas, akurasi, keberimbangan, relevansi publik, prominensi, magnitude (kebesaran misalnya korupsi jumlah yang besar, jumlah korban jiwa yang besar, kerugian yang besar), proksimitas, kompetensi sumber, konflik. Seperti salah satu pepatah mengatakan bahwa “bad news as good news”.
Kode etik jurnalistik:
- tidak boleh berprasangkan
- mengandung konfirmasi
- tidak sarkastis, sadistis, pornografis
- menggunakan bahasa yang benar
- berdasarkan fakta
Melihat dari kode etik jurnalisme tersebut, apakah jurnalisme warga telah dilakukan berdasarkan kode etik jurnalisme sementara seperti di blog biasanya sebuah informasi yang disajikan tidak ada wawancara terlebih dahulu ke narasumbernya dan isinya biasanya merupakan opini si pembuat. Jika diteliti lebih dalam informasi yang belum berdasarkan wawancara langsung atau belum dilakukan konfirmasi terlebih dahulu belum bisa disebut berita karena sebuah berita harus di dapatkan berdasarkan fakta yang ada dan sudah mendapatkan konfirmasi dari narasumber agar tidak merugikan pihak manapun yang diberitakan.
Dilema Jurnalisme Warga
Jurnalisme warga mengalami dilema dalam beberapa hal yakni:
- Kecepatan VS Kelengkapan/kedalaman
- Partisipatory VS Esensi/ kualitas jurnalistik
- Ruang Privat VS Ruang Publik
- Urusan Privat VS Urusan Publik
Dilema perluasan ukuran dan parameter ruang public guna memperkuat perwujudan prinsip-prinsip partisipasi public atau kolonisasi ruang public oleh urusan private. Banyak hal yang tidak menyangkut urusan bersama diruang public.
Jurnalisme warga juga dianggap penting karena:
- keterbatasan ruang untuk partisipasi politik warga
- pemberitaan media yang elitis yakni tidak banyak menyentuh urusan-urusan masyarakat diakar rumputnya.
- pemilihan sumber berita pada pemberitaan media yang selalu berorientasi kepada sumber-sumber elite seperti pemerintah, DPR, pakar, kaum intelektual dan aktivis.
Masyarakat harus selalu menerima diri hanya sebagai penonton. Kurangnya peran aktif masyarakat biasa didalam acara-acara seperti misalnya di dalam talk show. Yang berada didalam talk show biasanya adalah mereka yang merupakan kaum elite dan memiliki tingkat ketenaran dimata masyarakat.
Autisme Media
Autisme media adalah media sebagai ruang publik seharusnya melibatkan publik didalam pemilihan beritanya tetapi ternyata media tersebut hanya melihat dari parameternya sendiri tanpa melibatkan publik padahal tugas media dan hasil kerja media merupakan sesuatu yang diberikan kepada publik. Media merasa paling tahu yang dibutuhkan masyarakat padahal belum tentu berita yang disampaikan sesuai kebutuhan masyarakat atau mungkin saja masyarakat merasa bosan.
Dengan kata lain bahwa autisme media adalah:
- media asik dengan dirinya sendiri
- menentukan skala prioritas pemberitaan pertama-tama berdasarkan agenda, nilai, orientasi dan keyakinannya sendiri bukan berdasarkan minat, kepentingan dan kebutuhan pembaca. Padahal seharusnya media memperhatikan kebutuhan akan informasi dari pembacanya/khalayak.
- media yang tidak benar-benar menyadari pelibatan publik.
Hal-hal yang tidak seharusnya dilakukan media namun dilakukan biasanya diadukan kepada dewan pers dan pengaduan-pengaduan kepada dewan pers yaitu:
- mayoritas adalah pemberitaan 1 sisi, tidak berimbang, tidak ada konfirmasi, cenderung menghakimi objek berita
- media online menggunakan prinsip follow up news (berita untuk menyanggah berita yang pernah terbit sebelumnya) bahwa konfirmasi narasumber dapat ditunda dan disampaikan pada berita selanjutnya.
- Berkaitan dengan hal-hal mengenai follow up news maka menimbulkan beberapa spekulasi yaitu konfirmasi dilakukan setelah berita sudah turun, adilkah? Bisakah kode etik jurnalistik membenarkan praktek semacam ini? Perlukah disusun parameter baru untuk berita media online atau follow up news itu sendiri? Perlukah ada regulasi baru untuk new media? Apa yang perlu dilakukan?
Jurnalisme warga harus paham bahwa media merupakan ruang publik sosial dengan nilai-nilai bakunya, profesi jurnalis bukan profesi sembarangan, berita bukan informasi 1 sisi seperti gosip namun merupakan informasi dari 2 sisi yang sudah terbukti kebenarannya dan sudah diadakan konfirmasi sebelumnya kepada kedua belah pihak. Ketidak pastian dalam membedakan media komunikasi online yang ada seperti milis, blog, twitter dan facebook sebagai ruang publik atau bukan menyebabkan terjadinya kasus-kasus hanya dikarenakan ketidak tahuan pihak-pihak awam seperti kasus Prita dan Luna Maya. Penegasan akan jawaban apakah media tersebut merupakan ruang publik atau private menjadi sangat diperlukan namun ternyata tidak ada jawabannya.
0 komentar:
Posting Komentar